بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
الحديث
التاسع
HADITS
KESEMBILAN
9. LAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN
عن
أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم
يقول: ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك
الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم [رواه البخاري ومسلم
Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu
Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : Apa yang aku
larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka
hendaklah kalian laksanakan semampu kalian.
Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah
karena banyaknya
pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan
mereka terhadap nabi-nabi
mereka. (HR. Bukhari & Muslim)
[Bukhari
no. 7288, Muslim no. 1337]
Penjelasan / Syarah :
Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu
Hurairah, ia berkata : “Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau :
Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah,
lalu seseorang bertanya : Wahai Rasulullah… apakah setiap tahun ?, Rasulullah
diam, sampai orang itu bertanya tiga kali, lalu Rasulullah bersabda : Kalau aku
katakana “ya” niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya,
kemudian beliau bersabda lagi :Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan,
karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan
menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku perintahkan melakukan sesuatu,
kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika aku melarang kamu melakukan
sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah adalah
Aqra’ bin Habits, demikianlah menurut suatu riwayat.
Para ahli ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam
agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak.
Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam menyatakan tidak wajib
berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan setuju atau menolak,
tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka
yang bersikap menanti (netral), karena sahabat tersebut bertanya “Apakah setiap
tahun?” sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang
atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau aku katakan
“ya”, niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan
tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu
mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim
sepakat bahwa menurut agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali
seumur hidup.
Kalimat, “Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan”
secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib
dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya
tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai datang keterangan agama. Hal ini
merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar ahli fiqh.
Kalimat, “Kalau aku katakan “ya” tentu menjadi wajib”
menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah mempunyai
wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan tidak diisyaratkan keputusan hukum
itu harus dengan wahyu.
Kalimat, “apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka
lakukanlah menurut kemampuan kamu” merupakan kalimat yang singkat namun padat
dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini
adalah masalah-masalah hukum yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah
sholat, contohnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan
sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa
yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang
menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia
keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat
memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah
lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer
didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun
64:16, “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut
kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali ‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah
terhapus oleh ayat diatas.
Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak
terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang
sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah,
dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah
berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, “Allah tidak
membebani seseorang diluar kemampuannya” dan firman Allah dalam
QS. Al-Hajj 22:78, “Allah tidak membebankan
kesulitan kepada kamu dalam menjalankan agama”
Kalimat, “apasaja yang aku larang kamu melaksanakannya,
hendaklah kamu jauhi” maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali
apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, seperti
dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan seperti ini
perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak
darurat hal tersebut harus dijauhi karena ada larangan. Seseorang tidak dapat
dikatakan menjauhi larangan jika hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang
waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali
saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami
perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh
ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung
berbagai macam pembahasan fiqh.
Kalimat, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum
kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka” disebutkan
setelah kalimat, “biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan kepada kamu”
maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang
bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala
mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti
perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dikatakan
telah menaatinya. Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit
diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah SAW
khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.
Pelajaran :
1.
Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah ε.
2. Siapa
yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan
dan dia
hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang
dia
mampu laksanakan.
3. Allah
tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar
kemampuannya.
4.
Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.
5.
Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.
6.
Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.
7. Wajib
mengikuti Rasulullah ε, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.
8. Al
Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan
perkara
yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat
tersebut belum dibutuhkan.
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) kalau Di hp, Geser kebawah. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Related Posts :